Kehidupan
Hi, long time no see.
Karena kesibukan akhirnya baru bisa posting artikel yang satu ini. Artikel ini sebenernya udah bersarang lama banget di laptop penulis, tapi masih kepotong-potong karena males ngetik jujur aja.
.
.
.
Here we go!
***
Seandainya
Seandainya saja aku dapat memilih
Aku ingin
terus hidup bahagia.. tanpa masalah, hambatan, rintangan, dan kesulitan. Aku
ingin kehidupan lamaku yang terasa mudah untuk dijalani, yang selalu terlihat
baik-baik saja, yang terasa menyenangkan untuk dijalani. Tapi tentunya, hukum
kehidupan tidak berlaku seperti itu. Setiap orang yang ingin bahagia harus
berusaha dan bersusah payah terlebih dahulu. Sedangkan, aku sendiri bisa
dibilang hampir tidak pernah yang namanya “bersusah payah”. Namun, Allah
seperti telah menyiapkan jalan untukku dan hari-hari aku hanya perlu menjalani
dengan ringan seolah tanpa hambatan.
Tapi, itu
tidak terjadi untuk selamanya. Pertama, Allah memberikan cobaan yang sebenarnya
terlihat kecil, biasa, sepele dan itu berlangsung secara perlahan tanpa kami
(sekeluarga) sadari; cobaan itu ditujukan pada keluarga kecilku. Mama nama ini begitu banyak disebut,
begitu banyak berkorban demi keluarganya, dan begitu banyak menyayangi dan
melindungi anak-anaknya. Dan entah mengapa, Allah seolah-olah menjadikan
mama-ku sebagai pemeran utama dalam kisah ini. Begitu banyak konflik, masalah
yang harus segera terpecahkan. Hal itu yang membuat kami menjadi lebih dewasa, lebih dewasa dalam bertindak, berfikir,
mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, memikirkan dampak dan resiko dari
keputusan yang kami ambil kedepannya. Hal-hal semacam ini yang tak pernah kami
pelajari selama hidup, karena itu tadi, hidup kami selama ini terlalu santai; tanpa masalah.
Namun, tak
berselang waktu lama, Allah dengan mudahnya dan dalam waktu singkat mengubah
pandangan hidup kami. Jadi............. ketika itu, mama sakit dan sempat
dirawat di rumah sakit dikota tempat aku dibesarkan; kota kecil di Kalimantan Tengah, dan sudah seminggu tidak
ada perkembangan yang berarti. Karena beberapa bulan lalu, mama juga sempat sakit
dan dirujuk ke rumah sakit di Semarang, akhirnya ketika sakit yang kali ini,
ayahku langsung memutuskan untuk membawa mama kembali rujuk ke rumah sakit di
Semarang untuk mendapat penanganan yang lebih baik.
Karna
kebetulan ketika itu sedang libur kenaikan kelas. Kami sekeluarga pergi
mengantar mama berobat ke Semarang, awalnya mama memang tidak langsung rawat
inap di rumah sakit. Prosesnya juga lumayan panjang, mama hanya perlu check up
ke dokter dan itu terhitung sampai beberapa kali dan menjalani berbagai cek
laborat sesuai yang dokter itu minta. Mulai dari cek darah, cek kesehatan
jantung, cek alat organ yang lain juga; misalnya hati dan ginjal, konsul ini
dan itu, sampai pada puncaknya dokter itu meminta untuk cek sumsum tulang
belakang. Ini termasuk tahap yang sudah sangat jauh dan panjang. Jujur saja,
semua hasil dari berbagai cek laborat itu hasilnya terhitung menurun dan
hasilnya selalu diluar dari harapan kami semua, padahal kami selalu optimis
tiap hasil check up itu keluar nantinya hasilnya akan baik. Namun, kenyataan
selalu berbalik.
Ketika akan
mengambil hasil check sumsum tulang belakang itu kebetulan aku dan adikku ikut
pergi kerumah sakit untuk mengabil hasil labnya sekaligus control ke dokternya.
Biasanya ketika cek darah dan lain-lain, aku dan adikku memang tidak pernah
ikut dan selalu ditinggal dirumah, alasannya capek, males, dsb. Tapi, ketika
itu kami semua ada ditempat itu. Kami menunggu di ruang tunggu untuk control dengan
dokter yang sama menangani mama ketika beberapa bulan yang lalu sakit, jadi
dokter ini jelas sudah tau riwayat penyakit mama sebelumnya.
Sambil
menunggu, kami duduk dan aku melihat mama berkali-kali membolak-balik lembar
kertas didalam map yang ia pegang saat itu. Aku tau itu adalah hasil cek sumsum
tulang belakang. Mama terhenti pada satu lembar kertas paling awal, membaca
menyeluruh dan mendetail hasilnya satu per satu. Aku pun yang duduk disebelah
kanan mama persis ikut membaca rincian hasil lab tersebut. Sepertinya, mama belum membaca bagian yang terlihat
mengejutkan ketika aku membaca pada bagian akhirnya “Kesimpulannya: Acute ............... Leukimia” —aku tak ingat lebih jelasnya apa tulisan dari
kesimpulan itu. Yang kuingat hanya kata leukimia
itu. Ketika itu, aku langsung menunjuk tulisan tersebut dan berkata, “Ma, ini
apa?” Sebetulnya aku tau itu penyakit apa, aku pernah mempelajarinya sedikit
ketika sekolah. Nampaknya mama juga sangat shock ketika aku menanyakan tentang
penyataan tersebut. Sepertinya mama juga tidak membaca dan tidak menyadari tulisan
tersebut sebelum aku menanyakan maksud itu apa. Dan ketika aku bertanya semacam
itu, mama hanya berdiam diri lalu menutup map besar itu dan rapat-rapat
dipegangnya map itu dalam pangkuannya. Ia kemudian mengambil handphone nya dan
langsung berselancar lewat internet, mencari tau apa yang tertulis sebagai
kesimpulan dalam hasil lab sumsum itu. Aku kembali melihat kearah handphone
mama yang sedang menunjukkan searching-an mengenai nama penyakit itu. Dengan
cepat, mama langsung menjauhkan handphone nya dari pandanganku. Aku hanya
berdiam diri dan berusaha menahan tangis *maklum saat itu sedang bulan ramadhan
takut puasanya batal*. Aku kemudian membuka handphone ku sendiri dan melakukan
hal yang sama dengan mama; mencari tahu sendiri mengenai pernyataan tersebut.
Pikiran dan
perasaanku semakin berkecamuk. Pikiranku sudah melayang kemana-kemana. Aku
semakin was-was, belum lagi menunggu antrian untuk masuk ke ruangan dokter itu
sangat lama karena pasien yang sudah mengantri juga terhitung banyak. Kami
menunggu kurang lebih 5 jam sejak sore
hingga malam kedua orang tua ku baru mendapat giliran masuk kedalam ruangan
dokter tersebut sambil membawa hasil lab sumsum tadi, meminta penjelasan yang
lebih jelas dari ahlinya. Orang tua ku sangat lama berada didalam, hampir satu
jam mereka didalam ruang periksa dokter tersebut. Ketika mereka keluar dari
ruangan tersebut, raut wajah keduanya tak lagi dapat dibaca, seperti orang
bingung, shock, terpukul, datar, seperti sehabis menangis(?) *maybe*
Ketika ku
tanya, mereka hanya berdiam dan justru mengalihkan pembicaraan dan meminta
segera pulang. Aku semakin yakin, apa yang aku baca mengenai pernyataan tersebut
itu adalah benar. Aku semakin tidak percaya. Sungguh siapa yang dapat terima
dengan vonis menderita penyakit tersebut. Ini bukan penyakit biasa, ini tidak
main-main. Tidak ada yang menyangka bahwa penyakit semacam ini yang biasanya
hanya terdengar di televisi dan media. Tapi saat ini, aku menghadapinya
sendiri. Aku mengetahui hal semacam ini terjadi pada kehidupan keluargaku, pada
seorang ibu-ku sendiri.
Sebetulnya,
secara fisik jika dilihat mama sangat sehat, mama masih bisa berjalan seperti
biasa, makan dengan porsi yang biasanya juga. Entah apa yang salah, ketika
akhirnya dokter benar-benar memvonis penyakit mamaku ini. Rasanya dunia kami
serasa berbalik. Kami dihadapan dengan berbagai pilihan dan kemungkinan baru
yang harus segera kami pilih dengan resiko apapun. Karena, disetiap pilihan
akan selalu ada resikonya masing-masing.
Masalah
pertama, saat itu adalah liburan sekolah dan aku yang sebentar lagi akan SMA. Ini
adalah masalah awal yang muncul ketika diawal-awal mama mulai menjalani proses
pengobatan. Kedua orang tua ku mulai berfikir bahwa aku sebagai anak pertamanya
akan segera memasuki jenjang SMA. Pada awalnya (sebelum mama sakit), aku memang
akan disekolahkan dikota tempat aku dibesarkan, kota kecilku, Pangkalan Bun. Karena
memang sejak lama ketika aku mengatakan ingin melanjutkan sekolah di Semarang,
orang tua ku tidak mengijinkan dengan berbagai faktor dan alasan, hingga aku
bisa menerima itu; untuk tetap bersekolah di kota kecil itu dan tetap tinggal
bersama orang tuaku. Namun, keadaan yang sekarang telah berbeda. Orang tua ku
berfikir bahwa jika aku tetap bersekolah di Kalimantan, rasanya mereka tidak
akan tega sementara proses pengobatan mama akan berlangsung dengan proses yang
panjang dan tentunya butuh waktu lama untuk berada di Semarang. Karena itu,
mereka punya pilihan lain untuk menyekolahkan aku di suatu kota biasa, tempat kelahiran
ayahku, tempatnya tidak jauh dari Semarang hanya butuh waktu sekitar 1 jam dari
kota Semarang. Aku bahkan sempat menolak keras ketika mereka memberiku pilihan
seperti itu. Aku bahkan menangis ketika ditanya apakah aku bersedia bersekolah
disana. Karena jika aku mau, aku bisa langsung masuk sekolah paling favorit
dikota itu tanpa perlu repot-repot mendaftar dan mengurus berkas-berkas lain,
karena pamanku memiliki banyak kenalan disana dan karena ketika itu tanggalnya
berdekatan dengan hari perdaftarannya, maka aku harus segera membuat keputusan.
Karena, mereka bilang, aku adalah kompas dari keluarga kecilku. Keputusanku
untuk bersekolah dimana pun nantinya akan menjadi petunjuk kemana nantinya akan
keluarga kecilku ini akan berlabuh;menetap untuk tinggal. Begitu tau proses
pengobatan mama akan berlangsung panjang dan lama, kedua orangtua ku sempat
berfikiran untuk pindah ke Jawa; kembali ke pulau asal. Karena itu, mereka
bilang bahwa aku adalah kompas-nya.
Ketika itu,
mereka memberi tahu ku semacam itu lewat pesan singkat ketika aku sedang berdua
adikku dirumah saudaraku, sedangkan ayahku dirumah sakit menemani mama. Siangnya,
aku dan adik laki-laki ku diantar ke rumah sakit. Sesampainya disana, kedua
orangku kembali menyinggung masalah sekolah lanjutan yang harus aku tentukan
secepatnya; sebelum hari pendaftaran. Karena jelas, pendaftaran di pulau Jawa
lebih dulu dilaksanakan daripada di Kalimantan. Ketika mereka menyebutkan nama
sekolah itu dengan embel-embel nama kota itu, kota tempat ayahku dilahirkan. Jujur
saja, aku tidak suka berada di kota itu, aku lebih memilih berada di kota kecil
di Kalimantan daripada dikota itu. Karena itu, aku menangis ketika aku harus
segera memberi mereka jawaban mengenai sekolah alternatif yang mereka tawarkan
itu. Memang sekolah yang mereka tawarkan itu baik, terfavorit, tapi aku tidak
suka dengan kota itu. Aku tidak ingin tinggal dan menetap apalagi bersekolah
disana. Aku menangis menelungkupkan
wajahku dikasur rumah sakit; di samping tempat mama berbaring. Aku tak bisa
menjawab, tapi mereka sepertinya mengerti bahwa aku tak ingin menerima tawaran
itu tapi sepertinya mereka sedikit memaksa karena mereka tak punya penawaran
lain. Aku lebih memilih bersekolah di Kalimantan karena semua teman-temanku ada
disana. Aku dibesarkan disana sejak beberapa hari setelah aku dilahirkan, aku banyak
menghabiskan masa sekolahku bersama mereka—teman-teman yang ku kenal sejak aku
TK-SD-SMP dan aku masih ingin tetap bersama mereka. Tapi, berbeda jika mereka
menawarkan aku untuk bersekolah di SMA Semarang, sekolah yang pernah aku
katakan pada mereka bahwa aku berambisi masuk sekolah itu namun tidak mendapat
izin dari mereka. Dan ketika itu, mereka juga tidak berani menawarkan sekolah
di Semarang itu karena berbagai faktor; nilai nem ku belum keluar ketika itu
jadi aku tidak bisa mengukur apakah aku layak masuk disekolah itu, mereka
berfikir dengan siapa aku akan tinggal jika aku bersekolah di Semarang,
sekalipun ada tante-ku yang tinggal didekat sekolah itu, tapi..........
Tapi
tentunya Allah punya rencana lain yang telah Ia susun secara apik dan bahkan
rencana-Nya sungguh sanggat jauh lebih indah dari rencana manusia. Setelah melewati hari
yang terasa panjang itu—saat aku menangis di rumah sakit. Keesokan harinya,
pagi itu aku kembali kerumah sakit; malamnya aku tidur dirumah saudaraku. Paginya,
saat aku baru memasuki kamar inap mama, aku disambut dengan beberapa berkas
diatas kasur yang berisi nilai nem-ku, nilai ujian nasional dan ujian sekolahku
dan album kenangan. Aku langsung mendapat pelukan dan ucapan selamat dari orang
tua ku karena ternyata nilaiku cukup memuaskan dan jauh dari apa yang aku
khawatirkan selama ini. Dan saat itu juga, mereka mengatakan mengizinkan aku
untuk bersekolah di Semarang; sekolah yang ku dambakan sejak beberapa tahun
lalu. Mereka mengizinkanku karena begitu melihat nilai nem-ku dinilai layak
masuk sekolah itu, maka mereka dengan pasti menyuruhku untuk mencoba mendaftar
disana. Lalu malamnya, Allah seperti memberi jalan yang semakin memudahkanku
untuk mengikuti rencana-Nya yang begitu indah ini, jalan terbaik yang diberikan
secepat ini padahal baru kemarin kami bersusah payah memikirkan solusi untuk
masalah tersebut, esoknya Allah sudah memberi cahaya ilahi yang begitu indah
ini. Subhanallah. Jadi malamnya, ketika itu saudara sepupu ayahku datang
menjenguk mama. Kebetulan, anaknya sepupu ayahku itu tadi juga seumuran denganku,
ia juga baru akan masuk SMA ketika itu. Ia juga berniat mendaftar disekolah
yang sama dengan keinginanku. Dari situ timbul pembicaraan, mereka mengajakku
untuk mendaftar sekolah bersama anak perempuannya itu. Lalu semuanya sepakat kalau
aku dan saudara perempuanku yang sama-sama ingin masuk SMA itu bertukar kontak
dulu, selanjutnya bisa dibicarakan lewat chat. Sampai berikut-berikutnya, Allah benar-benar memudahkan jalan untukku
bisa masuk ke SMA yang kuinginkan sejak lama itu, meskipun sebelumnya sempat
mendapat halangan dari izin orang tuaku. Tapi sekarang, Allah benar-benar
membuktikan bahwa rencana Allah itu benar-benar lebih menakjubkan dari rencana
manusia. Allah lebih tau mana yang terbaik untuk kita. Nggak pernah ada yang
tau rencana apa itu yang telah disusun oleh-Nya. Wallahu a’lam.
Masalah yang
kedua, ketika masalah sekolahku selesai dan akhirnya aku berhasil masuk di SMA
tersebut. Masalah berikutnya yang muncul adalah keinginan orang tuaku untuk
pindah rumah. Mereka memilih untuk pindah ke Jawa. Karena mama sakit, ya itu
adalah alasan utamanya. Mama akan sering berobat dan berada di Semarang, dan mereka
berfikir untuk apa lagi punya rumah, harta dan segalanya di Kalimantan
sementara mama sakit di Jawa. Karna fikiran-fikiran itu mama bahkan sempat
punya pikiran untuk berhenti bekerja. Karna, ia pikir bahwa ia sakit karna
bekerja terlalu keras. Ya bekerja pada perusahaan BUMN di sebuah bank tidak lah
mudah, banyak waktu dan tenaga yang tersita. Mulai dari mama yang berangkat
sebelum jam 7 pagi dan selalu pulang diatas jam 5 sore. Belum lagi memikirkan
uang-uang orang diluar sana yang dipercayakan untuk disimpan di bank tersebut,
butuh tanggung jawab, kesabaran, dan ketelitian ekstra. Begitulah, tapi karena
ini adalah tulisan lama sekitar 3 bulan lalu ketika mama awal-awal divonis
sakit, dan sekarang mama sudah terlihat perkembangan yang semakin membaik
setelah menjalani beberapa proses pengobatan dan sekarang sudah selesai proses
tahap ketiga dan itu artinya tinggal satu tahap lagi sesuai dengan rencana
dokter tersebut. Semoga setelah ini mama benar-benar kembali sehat dan dapat
kembali beraktifitas. Karena itu, mama berubah fikiran, ia masih ingin bekerja
kembali dan masih ingin kembali ke Kalimantan. Karena itu, untuk kedepannya
masalah pindah rumah mungkin masih bisa dibilang lama, butuh proses yang pasti.
Perlahan kedua orangtua ku sudah mulai mencari dan membeli rumah di Jawa, dan
mulai menjual beberapa aset yang ada di Kalimantan untuk tambahan biaya membeli
rumah di Jawa. Karna harga rumah di Jawa dan di Kalimantan tentu saja sangat
berbeda jauh. Di Jawa karna lahannya semakin sempit juga perlu harga yang besar
untuk mendapatkan lahan yang besar pula. Yah tak apalah kehilangan sedikit
barang berharga itu, agar kedepannya kami juga dapat mengubah diri agar tidak
riya, tidak sombong, dsb. Mama selalu bilang, “ikhlaskan aja apa yang kita lepas saat ini, mungkin memang bukan
rezekinya kita. Kalau pun itu memang rezekinya kita, Allah pasti akan kasih
yang lebih baik, berkali-kali lipat lebih baik dari apa yang udah kita lepas
sekarang,” Yap! Betul banget sih apa kata mama. Ya sudahlah, lebih banyak
belajar sabar dan ikhlas aja sekarang(:
Mungkin sekarang
kami sedang di uji sama Allah, mungkin selama ini kami selalu hidup nyaman dan
semua serba ada—dan kami lupa bersyukur. Itu dia inti masalahnya.
“Kita sedang diuji, dan mama nggak mau
nyebut ini sebagai musibah. Enggak! Ini anugerah dari Allah untuk kita. Kalau sakit
ini anugerah dari Allah pasti akan ada hikmahnya dari semua ini,” begitu
perkataan mama yang selalu aku ingat.
Karena itu,
masalah rumah yang baru dibeli itu juga sambil berjalan mungkin pelan-pelan
akan mulai dibangun dan mulai dirancang. Untuk kedepannya ketika kedua
orangtuaku sudah memasuki usia senja, keduanya bilang ingin tetap memutuskan
untuk pindah, karna hidup di Kalimantan dinilai sangat berat karna disana kami
sudah tidak punya siapa-siapa lagi, semua keluarga ada di pulau Jawa. Ya begitulah,
perlahan sambil berjalan.
Masalah berikutnya,
pada awal-awal sekolah aku sempat merasa tidak begitu percaya diri, aku tak
mengenal siapapun; kecuali saudara perempuanku itu. Aku takut tak dapat
menemukan teman yang sesuai dengan diriku. Aku masih terus terbayang-bayang
teman-temanku di Kalimantan sana, aku sempat merasa tidak percaya dapat
bersekolah ditempat itu dan disisi lain aku merasa ingin bersekolah ditempat
yang sama dengan teman-temanku di Kalimantan sesuai dengan apa yang telah kami
rencanakan sebelumnya ketika di SMP; kami akan masuk disekolah yang sama disana.
Aku bahkan belum sempat pamit pada mereka. Ini semua diluar dugaan bahwa aku
akan benar-benar bersekolah di SMA Semarang seperti keinginanku sebelumnya. Seperti
yang sudah aku ceritakan diatas bahwa ketika itu sedang liburan dan saat itu
mendesak aku harus segera memilih sekolah mana yang akan aku tuju dan yah....
beginilah jadinya aku berhasil masuk disekolah yang bisa dibilang favorit ini. Aku
belum sempat pamit dan bertemu untuk yang terakhir kalinya, tak banyak yang tau
kalau aku akhirnya bersekolah di Jawa dan tak banyak yang tau kalau mamaku sakit,
yang mereka tau bahwa aku pergi liburan. Itupun aku memberi tau hanya pada
beberapa teman dekatku, aku memberi tau mereka dengan perasaan kecewa dan sedih
hanya lewat social media. Huuffftt ngapunten kawan-kawan..
Ngomong-ngomong
soal ‘hikmah’ bisa dibilang banyak banget hikmah yang
didapat selama mama sakit. Hikmahnya mungkin akhirnya aku bisa sekolah di
tempat yang aku inginkan, kami banyak belajar gimana cara mengatasi mengendalikan
emosi, mengendalikan tangis, belajar bersabar dan ikhlas, lebih mendekatkan
diri sama Allah, kami juga belajar lebih dewasa dalam bentindak, dalam sikap,
dalam mengambil keputusan, kami dihadapkan dengan berbagai pilihan yang harus
segera diputuskan dengan cepat dan tepat, dan lebih bersyukur sama apa yang
udah kami punya selama ini. Yes itu intinya. Banyak-banyak berterima kasih lah
pokoknya sama Allah, udah ngasih rencana yang begitu indah ini. Anugerah yang
nggak pernah kami dapatkan sebelumnya dari kehidupan kami yang selalu biasa
aja, yang selalu gitu-gitu aja, yang gak pernah ada masalah, yang flat banget,
dan dari hitam putih menjadi berwarna. Thanks to Allah♥
.
.
.
Sebetulnya masih banyak yang ingin penulis ceritakan disini, tapi karna keterbatasan waktu ngetik ini sampe nggak inget waktu, sampe jam 01:40 am ya Allah... dan kasian pembacanya sih sebenernya; capek bacanya. Penulisnya juga capek ngetik, capek baca, capek juga mikirin kata-katanya yang pas, capek juga nginget kejadiannya secara runtut, capek juga jalanin kehidupannya. Huft!