Manusia Bodoh
Semarang, 18 Mei 2017
Pagi ini,
seperti biasa aku berjalan kaki menuju sekolah. Saat memasuki gapura depan
sekolah, aku bertemu teman satu kelasku, lalu kami berjalan bersama menuju
ruang kelas kami di lantai dua sambil bercengkerama.
Saat akan
melewati gerbang sekolah, aku berjalan disebelah kanan temanku sambil mengobrol
dan sesekali melihat kearahnya, tak sengaja aku melihat seseorang laki-laki
duduk seorang diri dengan kedua siku diatas pahanya, memakai hoodie abu-abu dan tas ransel
dipunggungnya, arah pandangnya mengarah pada ruang basecamp Instruktur (ekstrakurikuler paskibra) yang mana dari arah
pandangku terlihat duduk menyamping dan aku sama sekali tidak dapat melihat
dengan jelas siapa orang itu.
Entah mengapa,
aku merasa sangat penasaran dengan sosok lelaki itu. Aku hanya ingin tau siapa
orang yang sedang duduk dipinggir taman kecil depan basecamp Instruktur itu, meskipun aku tau hal itu sangat tidak
penting, tapi untuk yang satu ini aku benar-benar merasa ingin tau siapa orang
itu.
Aku masih
berjalan hampir melewati deretan basecamp ekstrakurikuler sambil masih mengobrol dengan temanku dan aku masih
memandang teman disamping kiriku itu sambil sesekali melirik lelaki tadi,
berusaha mengenali siapakah orang yang duduk seorang diri disana dengan tas
ransel masih berada dipunggungnya pada waktu bel tanda masuk akan segera berbunyi. Sampai, sosok lelaki itu tiba-tiba saja
memutar kepalanya kearah kirinya dan seketika mata miliknya bertemu tepat dengan
bola mataku. Dia, batinku menyebut
namanya dalam hati. Sungguh, aku tercekat sampai-sampai hanya ingin menelan
ludah saja rasanya sulit. Aku tidak menyangka dan sama sekali tidak mengenali
kalau orang itu adalah dia—lelaki yang
akhir-akhir ini selalu membuatku berdebar setiap kali bertemu dengannya.
Hanya begitu, tetapi sudah cukup
membuatku tidak bisa berhenti memikirkan pandangan matanya saat menatap
kearahku. Huft, mengapa jatuh cinta bisa sebodoh ini?